Powered By Blogger

wellcome to snipper boy

wellcome to sniper boy

Rabu, 07 April 2010

revisi cerpen

Berburuk Sangka


Karya Ulul Alfi Kurniawan


Kini aku mendekam di penjara gara–gara aku menganiaya seorang satpam. Aku merasa sedih karena aku tidak bisa bertemu keluargaku dan di sini aku berkumpul dengan orang-orang jahat,padahal aku seorang guru orang yang mestinya memberi pedoman tapi karena sifatku yang suka berburuk sangka pekerjaanku jadi hilang,andaikan waktu itu aku tidak berbuat begitu, pada waktu itu aku sedang mengantar muridku dan lomba.

“Bu, bapak berangkat dulu ya?” izinku pada istriku.

“Oh ya, Pak, hati-hati lho di jalan!” perintahnya padaku.

Aku memanasi mobil dan menyiapkan segala perlengkapan untuk ditaruh di mobil,tak lupa hp kesayanganku yang mulus segera kukantongi. Aku tinggal di Demak dan kini aku bekerja di salah satu sekolah di Purwodadi tepatnya di SLTP 1 Penawangan. Hari ini murid-muridku akan lomba olimpiade matematika di Semarang. Setelah selesai memanasi mobil aku segera berangkat.

* * *

Jalan demi jalan ku lalui. Beberapa saat kemudian aku singgah ke pom bensin untuk mengisi bahan bakar. Setelah selesai aku bergegas menuju sekolah. Sesampainya di sekolah, aku menuju kantor dan terus menuju ke tempat kerjaku.

“Pak Darman, anak – anak sudah siap tuh, untuk dianterin lomba,” perintah Kepsek padaku.

“Baik, Pak. Tapi, aku sarapan dulu ya, pak?”

“Jangan lama-lama. Nanti lombanya keburu mulai.”

Aku bergegas menuju kantin. Aku biasanya sarapan di situ karena istriku bekerja dan tidak membuat sarapan pagi.

“Bu, nasi dan ikan mangutnya, Bu!” perintahku pada ibu penjaga kantin untuk mendapatkan makanan favoritku.

“OK, Pak ini!”

“Makasih, Bu.”

Akupun makan dengan lahap. Segera kubayar pesananku.

“Berapa, Bu ?”

“Biasalah, cuma lima ribu rupiah saja.”

“Ini uangnya. Makasih, Bu.”

“Ya.”

Akupun segera menuju mobil, dan disana aku telah di nanti oleh murid–muridku.

“Ayo, Pak. Aku ingin segera memenangkan perlombaan itu !” ujar seorang muridku yang bernama Shidiq.

“Ayolah...!”

Sesampainya di tempat lomba, ku segera mamarkirkan mobilku di tempat parkir. Lalu aku menunjukkan tempat anak–anak itu lomba.

“Nah, ini tempatnya. Bapak akan tunggu kalian di sini, OK!”

“Baik, Pak!”

Tak terasa dua jam telah berlalu. Dan pengumuman disampaikan pada hari itu juga. Kami bersama–sama menunggu pengumuman itu. Tak berapa lama, hasil itu dibagikan. Kami melihat dengan cermat hasil itu. Dan ternyata Shidiqlah yang juara satu.

“Shidiq, selamat, ya. . .!” ucap teman-teman yang lain padanya.

“Sebentar, Bapak ingin memberitahukan pada guru–guru yang lain.

Aku meraba – raba kantong untuk mengambil HP kesayanganku. Dan ternyata Hpku tidak ada.

“Hpku! Mana Hpku?” teriakku.

“Di mana Pak Hpnya?” tanya muridku.

“Emangnya di mana, pak Hpnya ?” tanya salah seorang satpam yang tadi menertibkan parkir.

“Eh, tadi kamu kan, pertama kali yang saya temui saat menginjak tempat ini dan kamu juga satpam!” kataku dengan kesal kepada satpam itu.

“Ya, Pak. Memangnya kenapa?”

“Eh, kamu harus bertanggungjawab karena tidak menjalankan tugas dengan benar. Sampai, Hp saya hilang!” bentakku kapadanya.

Kulemparkan pukulan keras ke wajahnya bertubi–tubi.

“Ampun, Pak. Ampun!” teriaknya kesakitan.

Lalu aku melepaskannya dan aku pergi.

“Ayo, anak – anak kita pulang!” ajakku pada murid–muridku.

Lalu aku pulang ke sekolah dan mengantarkan murid–muridku ke rumah masing–masing. Setelah mengantar mereka, aku pulang ke rumah.

Assalamualaikum!” salamku kesal.

Waalaikum salam, kenapa to, Pak. Salam kok kayak nggak iklas gitu!”

“Bu, Hpku itu hilang di sana. Padahal ada satpam, masak sampai Hpku hilang lalu bapak bahkan bapak juga menghajarnya habis bapak kesal sekali!”

“Ya kalau hp bapak hilang di sana kalau tidak gimana?”

“Halah Ibu, sana nyapu saja!”

Lalu istriku mengambil sapu sementara aku menuju kamar.

Tak berapa lama ku dengar istriku memanggilku.

“Pak. . .!”

“Apa sih, Bu! Teriak–teriak!” kataku sambil menghampiri istriku.

“Ini apa, Hp Bapak kan...?”

“Iya, kok ada di sini?” tanyaku heran.

“Mana Ibu tahu, saat ibu nyapu, ibu lihat Hp di meja.”

“Iya, kok bisa ada di sini. Padahal tadi sudah bapak kantongi.”

“Ya, Ibu mana tahu.”

“Aduh bapak telah menuduh orang dan menganiaya hingga babak belur!” uraiku pada istriku.

“Gimana kalau Bapak besok minta maaf sama orang itu!”

Pagi harinya, aku mendatangi tempat itu lagi. Lalu aku bertanya pada penjaga yang lain.

“Pak kalau boleh tahu satpam yang kemarin rumahnya mana ya?”

“Kalau tidak salah Penggaron.”

Lalu aku menuju Penggaron dengan mobil. Sekitar sejaman saya tiba di salah satu kampung lalu aku turun dari mobil dan aku bertanya pada warga sekitar itu tentang orang yang bekerja di salah satu sekolah ternama di Semarang. Akhirnya aku menemui rumah yang salah satu penghuninya sebagai satpam.

Lalu aku masuk rumah itu dan aku melihat istrinya sedang menelepon, entah menelepon siapa.

“Hah, Bapak ngapain mau ke sini, belam puas sudah buat saya babak belur seperti ini?” tanya satpam itu dengan kesal.

“Nggak, Pak. Saya ke sini justru mau minta maaf pada Bapak, karena saya salah sangka.”

“Enak aja, maaf. Udah babak belur baru minta maaf, sebentar lagi polisi akan datang dan menangkap Anda. Karena telah menganiaya suami saya!” ucap istrinya.

“Jangan, Bu!” kataku memelasku padanya.

Beberapa saat kemudian, datang dua orang polisi yang siap menangkap saya dengan borgol dan pistol yang terselip di ikat pinggang celananya.

“Mana, Bu orang yang telah melakukan penganiayaan?” tanya polisi itu.

Saat polisi menanyakan hal itu, aku merasa ketakutan.

“Itu, pak. Orangnya yang telah menganiaya suami saya hingga babak belur begini.”

“Wah, aduh gimana ini. Aku bisa masuk penjara,” kataku dalam hati.

“Sekarang Anda ikut kami ke kantor!” kata polisi itu tegas.

“Tapi, Pak. Saya nggak salah!” kataku penuh harap.

“Sudah ada buktinya, Pak!” kata polisi itu.

“Mari, jelaskan saja di kantor!” kata polisi satu lagi sambil menyeretku ke dalam mobil polisi.

Sementara itu, istriku di rumah mungkin menghawatirkanku.

“Bagaimana ini, ya Allah bantulah hambamu yang dalam kesusahan ini,” pintaku kepada Rabbi yang Mahaagung.

Sampai di kantor polisi aku ditimpali beberapa pertanyaan yang membuat aku tambah pusing mendengarnya.

“Jadi, Pak Darman benar–benar telah menganiaya pak satpam itu?” tanya polisi mengintrogasiku.

“Aku nggak sengaja, Pak. Waktu itu. Aku sedang kesal karena Hpku hilang di tempat dia bekerja!” jelasku padanya.

“Halah, nggak sengaja, nggak sengaja! nyatanya Bapak telah menganiayanya. Seret dia ke penjara!” perintahnya kepada bawahannya.

“Ayo, ayo ikut!” bentaknya padaku sambil menyeretku menuju tempat yang paling menyeramkan di dunia ini.

Dalam benakku aku ingin istriku segera tahu kalau aku di sini,beberapa saat kemudian istriku datang.

“Lho, Ibu kok tahu kalau Bapak di sini?”

“Ibu tahu kalau Bapak di sini dari orang yang bapak aniaya tadi. Makanya jadi orang jangan suka nuduh orang sembarangan, jadinya kan begini juga kan, Pak!”

“Lho, Ibu kok malah marahin Bapak, sih?”

“Bukan marahin, Pak. Tapi nasihatin biar Bapak tidak berbuat begitu lagi!”

Istriku pulang dan pada saat itu pula atasanku juga mengetahui kalau aku sudah terkurung di sini.

“Sekarang Bapak saya pecat dengan tidak terhormat!” amarahnya padaku.

“Lho....kok bisa begitu, Pak?” tanyaku penasaran.

“Yang pasti Bapak telah mencemarkan nama baik sekolah kita,titik!”

Atasanku pergi lalu aku bertambah sedih lagi karena telah hilang pekerjaanku. Kini aku mendekam sendirian di balik terali besi ini gara-gara sifatku ini.

* * *

berburuk sangka

BERBURUK SANGKA
karya ulul alfi kurniawan
Kini aku mendekam di penjara gara – gara aku menganiaya seorang satpam. Aku merasa sedih karena aku tidak bisa bertemu keluargaku dan di sini aku berkumpul dengan orang-orang jahat,padahal aku seorang guru orang yang mestinya memberi pedoman tapi karena sifatku yang suka berburuk sangka pekerjaanku jadi hilang,andaikan waktu itu aku tidak berbuat begitu ,pada waktu itu aku sedang mengantar muridku dan lomba.
“Bu bapak berangkat dulu ya?”izinku pada istriku.
“Oh ya pak , hati-hati lho di jalan!”perintahnya padaku.
Aku memanasi mobil dan menyiapkan segala perlengkapan untuk di taruh di mobil,tak lupa hp kesayanganku yang mulus segera ku kantongi. Aku tinggal di Demak dan kini aku bekerja di salah satu sekolah di Purwodadi tepatnya di SLTP 1 Penawangan. Hari ini murid-muridku akan lomba olimpiade matematika di Semarang. Setelah selesai memanasi mobil aku segera berangkat.

****
Jalan demi jalan ku lalui. Beberapa saat kemudian aku singgah ke pom bensin untuk mengisi bahan bakar. Setelah selesai ku bergegas menuju sekolah. Sesampainya di sekolah, aku menuju kantor dan terus menuju ke tempat kerjaku.
“Pak Darman, anak – anak sudah siap tuh, untuk di anterin lomba.” Perintah Kepsek padaku.
“Baik, pak. Tapi, aku sarapan dulu ya, pak.”
“Jangan lama- lama. Nanti lombanya keburu mulai.”

Aku bergegas menuju kantin. Aku biasanya sarapan di situ karena istriku bekerja dan tidak membuat sarapan pagi.
“Bu, nasi dan ikan mangutnya, Bu.” Perintahku pada ibu penjaga kantin untuk mendapatkan makanan favoritku.
“OK, pak. Ini.”
“Makasih, bu.”
Akupun makan dengan lahap. Segera ku bayar pesananku.
“Berapa, bu ?”
“Biasalah, cuma Lima ribu rupiah saja.”
“Ini uangnya. Makasih, bu.”
“Ya.”

Akupun segera menuju mobil, dan disana aku telah di nanti oleh murid – muridku.
“Ayo, pak. Aku ingin segera memenangkan perlombaan itu !” ujar seorang muridku yang bernama Shidiq.
“Ayo lah...”

Sesampainya di tempat lomba, ku segera mamarkirkan mobilku di tempat parkir. Lalu aku menunjukkan tempat dimana anak – anak itu lomba.
“Nah, ini tempatnya. Bapak akan tunggu kalian disini, OK!”
“Baik, pak.”

Tak terasa dua jam telah berlalu. Dan pengumuman di sampaikan pada hari itu juga. Kami bersama – sama menunggu pengumuman itu. Tak berapa lama, hasil itu di bagikan. Kami melihat dengan cermat hasil itu. Dan ternyata Shidiq lah yang juara satu.
“Shidiq, selamat, ya. . .” ucap teman- taman yang lain padanya.
“Sebentar, Bapak ingin memberitahukan pada guru – guru yang lain.

Aku meraba – raba kantong untuk mengambil HP kesayanganku. Dan ternyata Hpku tidak ada.
“Hpku ! mana Hpku !” teriakku.
“Dimana pak Hpnya?” tanya muridku.
“Emangnya dimana, pak Hpnya ?” tanya salah seorang satpam yang tadi menertibkan parkir.
“Eh, tadi kamu kan, pertama kali yang saya temui saat menginjak tempat ini dan kamu juga satpam !” kataku dengan kesal kepada satpam itu.
“Ya, pak. Memangnya kenapa ?”
“Eh, kamu harus bertanggungjawab karena tidak menjalankan tugas dengan benar. Sampai, Hp saya hilang !” bentakku kapadanya.
Ku lemparkan pukulan keras ke wajahnya bertubi – tubi.
“Ampun, pak. Ampun.” Teriaknya kesakitan.
Lalu aku melepaskannya dan aku pergi.
“Ayo, anak – anak kita pulang.” Ajakku pada murid – muridku.

Lalu aku pulang ke sekolah dan mengantarkan murid – muridku ke rumah masing – masing. Setelah mengantar mereka, aku pulang ke rumah.

“Assalamualaikum!” salamku kesal
“Waalaikum salam, kenapa to pak. Salam kok kayak nggak iklas gitu!”
“Bu, Hpku itu hilang disana. Padahal ada satpam, masak sampai Hpku hilang lalu bapak bahkan bapak juga menghajarnya habis bapak kesal sekali !”
“Ya kalau hp bapak hilang di sana kalau tidak gimana!”
“Halah ibu ,sana nyapu aja!”
Lalu istriku mengambil sapu sementara aku menuju kamar.

Tak berapa lama ku dengar istriku memanggilku.
“Pak. . .!”
“Apa sih, bu. Teriak – teriak.” Kataku sambil menghampiri istriku.
“Ini apa, Hp bapak kan...?”
“Iya, kok ada di sini ?” tanyaku heran.
“Mana Ibu tahu, saat ibu nyapu, ibu lihat Hp di meja.”
“Iya, kok bisa ada di sini. Padahal tadi sudah bapak kantongi.”
“Ya, Ibu mana tahu.”
“Aduh bapak telah menuduh orang dan menganiayanya hingga babak belur”uraiku pada istriku.
“Gimana kalau bapak besok minta maaf sama orang itu”.
Pagi harinya, aku mendatangi tempat itu lagi. Lalu aku bertanya pada penjaga yang lain.
“Pak kalau boleh tahu satpam yang kemarin rumahnya mana ya?”
“Kalau tidak salah Penggaron.”
Lalu aku menuju Penggaron dengan mobil .
Aku bertanya pada warga sekitar itu tentang orang yang bekerja di salah satu sekolah ternama di Semarang.akhirnya aku menemui rumah yang salah satu penghuninya sebagai satpam.
Lalu aku masuk rumah itu dan aku melihat istrinya sedang menelphon, entah menelphon siapa.
“Hah, Bapak ngapain mau kesini, belam puas sudah buat saya babak belur seperti ini ?” tanya satpam itu dengan kesal.
“Nggak, pak. Saya kesini justru mau minta maaf pada bapak, karena saya salah sangka.”
“Enak aja, maaf. Udah babak belur baru minta maaf, sebentar lagi polisi akan datang dan menangkap anda. Karena telah menganiaya suami saya !” ucap istrinya.
“Jangan, bu.” Melasku padanya.


Beberapa saat kemudian, datang dua orang polisi yang siap menangkap saya dengan borgol dan pistol yang terselip di ikat pinggang celananya.
“Mana, bu. Yang telah melakukan penganiayaan ?” tanya polisi itu.
Saat polisi menanyakan hal itu, aku merasa ketakutan.
“Itu, pak. Orangnya yang telah menganiaya suami saya hingga babak belur begini.”
“Wah, aduh gimana ini. Aku bisa masuk penjara.” Kataku dalam hati.
“Sekarang anda ikut kami ke kantor !” kata polisi itu tegas.
“Tapi, pak. Saya nggak salah,” kataku penuh harap.
“Sudah ada buktinya, pak.” Kata polisi itu.
“Mari, jelaskan di kantor !” kata polisi satu lagi sambil menyeretku ke dalam mobil polisi.

Sementara itu, istriku di rumah mungkin menghawatirkanku.
“bagaimana ini, Allah. Bantulah hambamu yang dalam kesusahan ini.” Pintaku kepada Rabbi yang Maha Agung.
Aku di timpali beberapa pertanyaan yang membuat aku tambah pusing mendengarnya.
“Jadi, Pak Darman benar – benar telah menganiaya Pak Satpam itu?” tanya polisi mengintrogasiku.
“Aku nggak sengaja, pak. Waktu itu. Aku sedang kesal karena Hpku hilang di tempat dia bekerja.” Jelasku padanya.
“Halah, nggak sengaja, nggak sengaja ! nyatanya bapak telah menganiayanya. Seret dia ke penjara !” perintahnya kepada bawahannya.
“Ayo, ayo ikut !” bentaknya padaku sambil menyeretku menuju tempat yang paling menyeramkan di dunia ini.
Dalam benakku aku ingin istriku segera tahu kalau aku di sini,beberapa saat kemudian istriku datang.
“Lho, ibu kok tahu kalau bapak di sini?”
“Ibu tahu kalau bapak di sini dari orang yang bapak aniaya tadi. Makanya jadi orang jangan suka nuduh orang sembarangan, jadinya kan begini juga kan, pak.”
“Lho, ibu kok malah marahin bapak, sih.”
“Bukan marahin, pak. Tapi nasehatin biar bapak nggak begitu lagi.”
Istriku pulang dan pada saat itu pula atasanku juga mengetahui kalau aku sudah terkurung di sini.
“Sekarang Bapak saya pecat dengan tidak terhormat”amarahnya padaku.
“Lho....kok bisa begitu pak”penasaranku.
“Yang pasti Bapak telah mencemarkan nama baik sekolah kita,titik!”
Atasanku lalu aku bertambah sedih lagi karena telah hilang pekerjaanku. Kini aku mendekam sendirian di balik terali besi ini gara-gara sifatku ini.

Rabu, 17 Maret 2010

Terwujud ( Revisi dari Impianku )


Karya Ulul Alfi Kurniawan

Prit ….prit…prit! suara peluitku untuk menilang seseorang. Aku menuju orang yang telah melanggar aturan lalu lintas,aku bergegas agar dia tidak melarikan diri.
“Tolong yang punya motor helmnya dibuka ?“tanyaku pada seseorang itu.
“Maaf pak ada apa ya?”

Dia membuka helmnya dan bertanya padaku saat dia membuka helmnya ternyata anak cewek yang kira-kira umurnya 17 tahunan,dalam bayangku apakah dia pantas jadi pendampingku,tapi aku harus melakukan tugasku dengan benar karena ini adalah sifat seorang polisi yang tegas.
“Maaf mbak tolong keluarin SIMnya!” perintahku padanya.
“Maaf pak aku tidak punya SIM,aku tadi baru saja daftar untuk medapatkan SIM,tolong pak biarin saya jalan?” melasnya padaku.

“Dek boleh mas ngomong sebentar.” pintaku padanya.

“Ngomong apaan ya mas?” penasaranya.

“Alaahhh yang penting boleh ndak” ujarku.

“Ya, dimana ya mas?”tanyanya.

Kami menuju ke sebuah pohon yang dekat dengan jarak kami.

“Dek, kalau boleh tahu namanya siapa ya ?. Umurnya berapa ? “ tanyaku bertubi – tubi.

“Nama aku Dewi, mas. Umurku 17. Kalau mas ?” tanyanya balik.

“Aku Agus, umurku 23 tahun. Kalau boleh tahu, adek kuliah dimana ya ?. Rumahnya dimana ya, dek ?” tanyaku.

“Aku kuliah di UMM Malang, mas. di Jalan Singosari No.14 Surabaya Emangnya ada apa ?”

“Nggak, nggak ada apa – apa kok.Mas cuma pengen tahu.”

Saat kami asyik mengobrol, tiba – tiba komandanku datang.

“Gus, kamu kok enak – enakan disini, sama cewek lagi. Sana kerja !” Perintahnya padaku.

“Dek, mas kerja dulu, ya.”

Sementara aku kembali ke pos, dia aku biarin jalan.


***
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 saatnya aku untuk sholat dhuhur ,selang lima belas menit aku selesai sholat. Dalam hatiku aku meminta petunjuk pada Sang Kholik. Apakah orang yang aku tilang tadi pantas jadi pendampingku. Aku bersama temanku yang bernama Danang.Untuk aku ajak bekerja kembali .
“Nang ayo kembali ke markas,”ajakku pada si Danang.
“Ayo Gus”jawabnya padaku.. Kami berdua mengendarai motor ,di sel-sela kami menuju ke markas aku bercerita tentang wanita itu pada Danang .

“Nang, tadi aku baru saja nilang anak cewek. Tapi, nggak jadi nilang. Karena dia aku aku ajak ngobrol panjang lebar.”

“Ngomongin apa, Gus. Siapa namanya dan dimana rumahnya ?”

“Kalau nggak salah, namanya Dewi deh. Rumahnya Jalan Singosari No.14 Surabaya.”
“Oke Gus ,gimana kalau besok kita ke rumahnya!”ajaknya padaku.


***
Adzan shubuh berkumandang aku mulai beranjak dari tempat tidurku,oh ya aku hari ini aku akan menemui cewek yang kemarin saya tilang. Aku menuju kamar mandi .
Setelah selesai mandi aku sarapan pagi bersama keluargaku dalam sesi sarapan barebng aku ditanyai ibuku.
“Gus gimana kerjanya baik-baik sajakan,ada kesan apa kemarin saat kamu kerja?
“Begini bunda kemarin aku menilang anak cewek yang wajahnya seperti Srikandi itu lho. dan aku tertarik pada wajahnya kira-kira bunda setuju apa ndak kalau aku menjalin hubungan padanya?”pintaku pada ibuku.
“Kalau Bunda sih setuju-setuju saja”.
“Baiklah Bun sekarang aku berangkat kerja dulu ya.”
“Oh ya hati-hati ya,”

***
Di tengah –tengah perjalanan aku masih terbayang wajahnya,selang beberapa menit aku sampai di markas kepolisianku,aku langsung mencari Danang untuk ku ajak mencari rumah si cewek kemarin.Di ruang sebelah timur sendiri ku temui Danang .
“Nang ayo jadi pa ndak!”
“Apanya yang jadi Gus”
“Katanya mau ke rumah cewek”
“Oh itu ,kamu bilang atasan dulu gih untuk izin tidak kerja dulu.”
Setelah kami dapat izin dari atasan kami mulai mencari alamat di Jalan Singosari No.14 Surabaya ,kami terus mencari hingga akhirnya ku temui sebuah gang yang agak kecil sepertinya itu jalan Singosari, kami masuk ke gang itu untuk mencari rumah yang bernomor 14 rumah demi rumah kami lalui.
“Gus mana ya rumah yang bernomor14?”Tanya danang.
“Kelihatanya rumah itu deh,ayo kita masuk ke rumah itu.”
Kami berdua mulai masuk ke rumah itu.
“Assalamualaikum”sambil mengetok pintu.
“Masuk,tampak suara dari dalam dan kelihatanya cewek yang kemarin.
Lalu kami masuk ke dalam dan memang benar kalau itu cewek yang kemarin. Kami mulai berbincang pada cewek itu. Aku mulai melempar kata-kata,di sela perbincangan aku menyuruh danang untuk keluar karena aku ingin bicara empat mata dengannya. Lalu Danang keluar .

“To the poin aja dek. Niat mas ke sini mau jadiin adek pacar Mas Agus.”
“Nanti dulu ya mas berikan waktu 5 menit untuk aku berpikir dulu .” Lalu dia pergi ke kamar,dalam benakku ya ALLOH semoga dia mau menjadi pendampingku.
Selang 5 menit dia keluar ,lalu menjawab
“Ya mas aku mau jadi pendampingmu. Tapi ada syaratnya.”

“Syaratnya apa ya dek ?”

“begini mas. Aku pingin sekali semangka. Mas bisa nggak, bawain aku semangka itu ?”

Dalam benakku(hahhh semangka ini kan bukan musim semangka).
“Baiklah dek mas akan turuti.”
“Dik,mas pulang dulu ya kapan-kapan aku akan ke sini,assalamualaikum.”

“Waalaikum salam.”

Pagi harinya aku sempetin pergi ke PURWODADI untuk membeli semangka. Setelah terjadi tawar – menawar yang sengit, akhirnya ku dapatkan juga semangka yang ku cari.

Aku kemudian menuju ke rumah Dewi.

“Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikum salam, Mas Agus.”

“Ya, dek. Ini, mas sudah dapat semangkanya.”

“makasih ya, mas.”

“Gimana dek, adek mau menjadi pendamping hidup mas ?”

“Ya, mas. Aku mau menjadi pacar mas. Bahkan aku siap menjadi istri mas.”

“Alhamdulillah . . .”


Tidak rugi saya jauh-jauh dari Malang akhirnya terwujud juga apa yang kini aku impi-impikan ternyata apabila kita sungguh-sungguh kita akan mendapatkan hasil yang maksimal.

Kamis, 11 Maret 2010

cerpen (siklus2)

Impianku
Karya ulul alfi kurniawan

Prit ….prit…prit! suara peluitku untuk menilang seseorang. Aku menuju orang yang telah melanggar aturan lalu lintas,aku bergegas agar dia tidak melarikan diri.
“Tolong yang punya motor helmnya dibuka ?tanyaku pada seseorang itu.
“Maaf pak ada apa ya?dia membuka helmnya dan bertanya padaku saat dia membuka helmnya ternyata anak cewek yang kira-kira umurnya 17 tahunan,dalam bayangku apakah dia pantas jadi pendampingku,tapi aku harus melakukan tugasku dengan benar karena inni adalah sifat seorang polisi yang tegas.
“Maaf mbak tolong keluarin SIMnya!perintahku padanya.
“Maaf pak aku tidak punya SIM,aku tadi baru saja daftar untuk medapatkan SIM,tolong pak biarin saya jalan?melasnya padaku. Aku hampir saja mau melepaskanya karena aku tertarik dengan parasnya yang cantik yang seperti Srikandi.
“Kalau kartu identitas punya tidak mbak?tanyaku pada si cantik.
“Ini pak,”sambil dia menyerahkan kartu identitasnya . Benar apa yang aku pikirkan tadi kalau dia baru berumur 17 tahun ,aku juga membaca alamt rumahnya juga. Aku meminta uang tilang padanya sebesar 50 ribu saja karena saya masih kasihan padanya lalu aku biarin dia jalan.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 saatnya aku untuk sholat dhuhur ,selang lima menit aku selesai sholat dalam hatiku aku meminta petunjuk pada Sang Kholik apakah orang yang aku tilang tadi pantas jadi pendampingku. Aku bersama temanku yang berna ma Danang.untuk aku ajak bekerja kembali .
“Nang ayo kembali ke markas,”ajakku pad si Danang.
“Ayo Gus”jawabnya padaku. Aku biasa di panggil Agus oleh teman se-markas. Kami berdua mengendarai motor ,di sel-sela kami menuju ke markas aku bercerita tentang wanita itu pada Danang .
“Nang aku tadi baru saja menilang orang tapi yang aku tilang seorang gadis remaja kira-kira umurnya 17 tahun,aku masih terbayang –bayang akan pesona parasnya yang begitu manis kayaknya kalau gak salah namanya Dewi.
“Kamu suka padanya ya Gus,kok masih terbayang wajahnya terus,emang rumahnya mana sih Gus.”Tanyanya padaku.
“Ya kira-kira gitu deh kayaknya rumahnya di Jalan Singosari No.14 Surabaya”jawabku padanya.
“Oke Gus ,gimana kalau besok kita ke rumahnya!”ajaknya padaku.


***
Adzan shubuh berkumandang aku mulai beranjak dari tempat tidurku,oh ya aku hari ini aku akan menemui cewek yang kemarin saya tilang. Aku menuju kamar mandi .
Setelah selesai mandi aku sarapan pagi bersama keluargaku dalam sesi sarapan barebng aku ditanyai ibuku.
“Gus gimana kerjanya baik-baik sajakan,ada kesan apa kemarin saat kamu kerja?
“Begini bunda kemarin aku menilang anak cewek yang wajahnya seperti Srikandi itu lho dan aku tertarik pada wajahnya kira-kira bunda setuju apa ndak kalau aku menjalin hubungan padanya?pintaku pada ibuku.
“Kalau Bunda sih setuju-setuju saja”.
“Baiklah Bun sekarang aku berangkat kerja dulu ya.”
“oh ya hati-hati ya,”

***
Di tengah –tengah perjalanan aku masih terbayang wajahnya,selan beberapa menit aku sampai di markas kepolisianku,aku langsung mencari Danang untukku ajak mencari rumah si cewek kemarin.Di ruang sebelah timur sendiri ku temui Danang .
“Nang ayo jadi pa ndak!”
“Apanya yang jadi Gus”
“Katanya mau ke rumah cewek”
“Oh itu ,kamu bilang atasan dulu gih untuk izin tidak kerja dulu.”
Setelah kami dapat izin dari atasan kami mulai mencari alamat di Jalan Singosari No.14 Surabaya ,kami terus mencari hingga akhirnya ku temui sebuah gang yang agak kecil sepertinya itu jalan Singosari, kami masuk ke gang itu untuk mencari rumah yang bernomor 14 rumah demi rumah kami lalui.
“Gus mana ya rumah yang bernomor14?”Tanya danang.
“Kelihatanya rumah itu deh,ayo kita masuk ke rumah itu.”
Kami berdua mulai masuk ke rumah itu.
“assalamualaikum”sambil mengetok pintu.
“Masuk,tampak suara dari dalam dan kelihatanya cewek yang kemarin.
Lalu kami masuk ke dalam dan memang benar kalau itu cewek yang kemarin. Kami mulai berbincang pada cewek itu. Aku mulai melempar kata-kata,di sela perbincangan aku menyuruh danang untuk keluar karena aku ingin bicara 4 mata dengan ya. Lalu danang keluar .
“Dik kalau boleh tau nama adik bener dewi bukan ya?
Ya mas mas kok tau !
Ya iya lah, mas kan yang nilang kamu waktu kamu mau buat SIM kemarin,begini dek niat mas ke sini mau mengajakmu untuk jadi pendampingku ,apakah adik mau?”tanyaku padanya.
“Nanti dulu ya mas berikan waktu 5 menit untuk aku berpikir dulu .” Lalu dia pergi ke kamar,dalam benakku ya ALLOH semoga dia mau menjadi pendampingku.
Selang 5 menit dia keluar ,lalu menjawab
“Ya mas aku mau jadi pendampingmu asal mas setia padaku.”
“Baiklah dek mas akan setia padamu.”
“Mulai detik ini kita buka lemabaran baru kita.”ajakku padanya.
Lalu aku keluar dan mengajak danang untuk pulang.
“Dik,mas pulang dulu ya kapan-kapan aku akan ke sini,assalamualaikum.”
Tidak rugi saya jauh-jauh dari Malang akhirnya terwujud juga apa yang kini aku impi-impikan ternyata apabila kita sungguh-sungguh kita akan mendapatkan hasil yang maksimal.

Jumat, 26 Februari 2010

revisi cerpen

Tobatnya si pintar(revisi cerpen macanku jadi kelinciku)
Oleh ulul alfi kurniawan

Adzan subuh berkumandang aku segera bangun dari tempat tidur yang seperti spring bed itu ,tapi bukan spring bed yang aku tiduri malahan tempat tidur yang terbuat dari pring (bambu untuk orang jawa).aku anak Desa Sumber Lawang Dimas namaku ,aku anak pertama dari tiga bersaudara .
Pagi ini aku akan mengikuti lomba siswa berprestasi se-kecamatan .
“Mas Dimas mandi nanti langsung sholat”kata ibuku yang seperti ratu Elizabeth itu.
“Oh ya bu.”jawabku pada ratu elizabet di rumah ku itu.
Sekarang badanku sudah wangi pakaianku sudah rapi, kini saatnya aku untuk berangkat sekolah .
“Bu saya berangkat dulu ya .”izinku pada ibuku.
“Lho kan baru jam 6 pagi mas kenapa tergesa –gesa.”tanya ibuku.
“Aku mau lomba bu tolong do’ain anakmu ini ya bu, supaya menang.”jawabku denagn santun.
“Oh ya doaku selalu menyertai mu nak.”restu ibuku pada anak kesayangannya ini.
******
Langkah demi langkah ku jalani,aku optimis hari ini aku akan menang.Tampak dari arah sampingku orang yang sombong dan sok angkuh menghampiriku Dafa namanya
.”Hei bocah ingusan memangnya kamu mau ngapain jam segini sudah berangkat.”tanya anak yang sok angkuh itu.
“Aku mau lomba Daf.”jawabku pada anak angkuh tadi.
“Hah…. mau lomba,lomba apa paling lomba kekeringan tubuh,ya bukan?”ejeknya padaku.
“Tidak daf aku mau lomba siswa berprestasi.”jawab ejekannya tadi.
“Bocah seperti kamu mau ngalahin gue yang pinter ini toh.” Duak ,sambil memukulku w
“Apa salahku daf hingga kau pukul aku”tanyaku ats kejadian itu.
“Kau telah ikut lomba sama sepertiku karna aku tidak mau bocah ingusan sepertimu ikut bersaing dengan aku.jawabnya dengan sombong.
“Kamu jangan sombong gitu dong Daf ,karna kesombongan itu awal dari kegagalan”
“Alahhhh itu paling cuma tahayul belaka,ingat nanti pasti aku yang menang
******
Dengan wajah yang agak tembem aku melangkahkan kakiku menuju sekolahan.
Sampai di Sekolah aku diajak guruku menuju tempat perlombaan sementara anak yang angkuh tadi sudah berangkat dahulu bersama gurunya
“Dimas ayo kita berangkat.”
“Nanti dulu bu,saya mau belajar dulu nanti biar saya menang.”
“Baiklah ,nanti kalau sudah selesai bilang bu guru ya!.Selang 5 menit aku sudah selesai belajar sesuai dengan anjuran guruku tadi aku harus bilang sama bu guru ku.
“Bu sudah selesai.
“Oh ya sekarang mari kita berangkat.
“Baik bu,mari.
******
Jalan demi jalan kami laluidi sela –sela perjalananku bu guru menasihatiku
“Dimas nanti jangan minder lho.”
“Nggak, bu nanti saya usahakan agar tidak minder.”
“Oh ya mas nanti kalau kamu menang ibu akan mengajakmu makan lontong sate”
“Apa itu bu,masak lontong dibuat sate,apa nggak lembek toh bu
Itu lo, lontong nanti dikasih sate.kami mengakhiri perbincangan kami.
******
Tak terasa kami sampai di tempat perlombaan ,aku melihat Dafa yang sudah dulu datang dengan gurunya,memang dafa anak terpintar se-kecamatan,tapi aku akan tetap berusaha untuk menjadi juara.
Tettt.....tettt waktu lomba akan dimulai aku berada di barisan paling depan dan Dafa berada di paling belakag,waktu demi waktu telah berlalu aku mengerjakan soal dengan tenang,sementara Dafa berisik sendiri sampe-sampe pengawas memerahinya
“Hei kamu anak yang di belakang,jangan berisik sendiri.”
Tak terasa waktu lomba sudah selesai,saatnya aku mengumpulkan tugasku,bu guru menghampiri ku dan bertanya pada ku
“Gimana Mas gampang atau sulit.”
“Alhamdulillah gampang bu,juaranya akan diumumkan kapan bu.”
Dag dig dug suara jantumgku berdetak dengan kencan menunggu hasil juara
dan..........dan..........hasil juara sudah dibacakan ,alhamdulillah aku jadi juara pertama
dan ternyata dafa anak terpintar se-kecamatanku dibawahku,lalu aku menghampiri dafa yang sedang duduk sendiri di bawah pohon,
“Daf gimana kamu sudah puas dengan hasil tadi,benarkan kataku tadi kesombongan itu awal dari kegagalan dan kegigihan awal dari kemenangan.
“Kamu ngejek aku ya ,saat kamu juara satu.”
“Ndak daf,aku mau ngingetin kamu aja kok.”
Pluak (wajahku di hajar lagi oleh daff) nie buat kamu.
“Oh kamu ngajakin berantem ya ,baiklah tadi aku kal;ah sama kamu tapi sekarang aku akan menghajar wajahmu yang masih mulus itu.”
Pluak-pluak ....perkelahian pun tak terkendali,di sela –sela perkelahian kami bu guruku datang dan melerai kami.
“Kalian itu kayak anak kecil ajah,emangnya kalian gak bisa akur apa”bentak bu guruku.
“Ndak kok bu tadi saya ngajakin temenan daff tapi dia gak mau malahan mukul aku ya jadi aku mukul dia juga dongt bu.”
“Baiklah sekarang kalian jabat tangan agar nggak ada lagi permusuhan .
kami pun berjabat tangan,daf sambil berkata
“ Maafin aku ya Mas sekarang aku nyadar aku gak akan sombong lagi dech.”
“Oh ya daf aku tadi diajak guruku makan lontong sate,kamu mau ikut gak.
“Baiklah, ayo.
Kami berdua makan bersama bu guru,disela-sela kami makan aku bertanya pada daf
“Gimana daf enak pa gak ini makanan khas jawa tengah lho”
“Oh enak ,kok aku baru tau sich”
“Oh ya daff gimana kalau sekarang kita temenan biar kita gak lagi musuhan”ajakku pada daff.
“Ya boleh saja ,”ujar si Daff
Akhirnya kami pulang bareng dan mulai saat itu kami menjadi teman dekat

Rabu, 24 Februari 2010

MACAN KU JADI KELINCIKU

MACAN KU JADI KELINCIKU

Adzan subuh berkumandang aku segera bangun dari tempat tidur yang seperti spring bed itu ,tapi bukan spring bed yang aku tiduri malahan tempat tidur yang terbuat dari pring (bambu untuk orang jawa).aku anak Desa Sumber Lawang Dimas namaku ,aku anak pertama dari tiga bersaudara .

Pagi ini aku akan mengikuti lomba siswa berprestasi se-kecamatan .

“Mas Dimas mandi nanti langsung sholat”kata ibuku yang seperti ratu Elizabeth itu.

“Oh ya bu.”jawabku pada ratu elizabet di rumah ku itu.

Sekarang badanku sudah wangi pakaianku sudah rapi, kini saatnya aku untuk berangkat sekolah .

“Bu saya berangkat dulu ya .”izinku pada ibuku.

“Lho kan baru jam 6 pagi mas kenapa tergesa –gesa.”tanya ibuku.

“Aku mau lomba bu tolong do’ain anakmu ini ya bu, supaya menang.”jawabku denagn santun.

“Oh ya doaku selalu menyertai mu nak.”restu ibukun pada anak kesayanganku ini.

******

Langkah demi langkah ku jalani,aku optimis hari ini aku akan menang.Tampak dari arah sampingku orang yang sombong dan sok angkuh menghampiriku Dafa namanya

.”Hei bocah ingusan memangnya kamu mau ngapain jam segini sudah berangkat.”tanya anak yang sok angkuh itu.

“Aku mau lomba Daf.”jawabku pada anak angkuh tadi.

“Hah…. mau lomba,lomba apa paling lomba kekeringan tubuh,ya bukan?”ejeknya padaku.

“Tidak daf aku mau lomba siswa berprestasi.”jawab ejekannya tadi.

“Bocah seperti kamu mau ngalahin gue yang pinter ini toh.” Duak ,sambil memukulku w

“apa salahku daf hingga kau pukul aku”tanyaku ats kejadian itu.

“kau telah ikut lomba sama sepertiku karna aku tidak mau bocah ingusan sepertimu ikut bersaing dengan aku.jawabnya dengan sombong.

“kamu jangan sombong gitu dong daf ,karna kesombongan itu awal dari kegagalan”

“alah itu paling cuma tahayul belaka,ingat nanti pasti aku yang menang

******

Dengan wajah yang agak tembem aku melangkahkan kakiku menuju sekolahan.

Sampai di Sekolah aku diajak guruku menuju tempat perlombaan sementara anak yang angkuh tadi sudah berangkat dahulu bersama gurunya

“Dimas ayo kita berangkat.”

“Nanti dulu bu,saya mau belajar dulu nanti biar saya menang.”

“Baiklah ,nanti kalau sudah selesai bilang bu guru ya!.Selang 5 menit aku sudah selesai belajar sesuai dengan anjuran guruku tadi aku harus bilang sama bu guru ku.

“Bu sudah selesai.

“Oh ya sekarang mari kita berangkat.

“Baik bu,mari.

******

Jalan demi jalan kami laluidi sela –sela perjalananku bu guru menasihatiku

“Dimas nanti jangan minder lho.”

“Nggak, bu nanti saya usahakan agar tidak minder.”

“Oh ya mas nanti kalau kamu menang ibu akan mengajakmu makan lontong sate”

“Apa itu bu,masak lontong dibuat sate,apa nggak lembek toh bu

Itu lo, lontong nanti dikasih sate.kami mengakhiri perbincangan kami.

******

Tak terasa kami sampai di tempat perlombaan ,aku melihat Dafa yang sudah dulu datang dengan gurunya,memang dafa anak terpintar se-kecamatan,tapi aku akan tetap berusaha untuk menjadi juara.

Tettt.....tettt waktu lomba akan dimulai aku berada di barisan paling depan dan Dafa berada di paling belakag,waktu demi waktu telah berlalu aku mengerjakan soal dengan tenang,sementara Dafa berisik sendiri sampe-sampe pengawas memerahinya

“Hei kamu anak yang di belakang,jangan berisik sendiri.”

Tak terasa waktu lomba sudah selesai,saatnya aku mengumpulkan tugasku,bu guru menghampiri ku dan bertanya pada ku

“Gimana Mas gampang atau sulit.”

“Alhamdulillah gampang bu,juaranya akan diumumkan kapan bu.”

Dag dig dug suara jantumgku berdetak dengan kencan menunggu hasil juara

dan..........dan..........hasil juara sudah dibacakan ,alhamdulillah aku jadi juara pertama

dan ternyata dafa anak terpintar se-kecamatanku dibawahku,lalu aku menghampiri dafa yang sedang duduk sendiri di bawah pohon,

“Daf gimana kamu sudah puas dengan hasil tadi,benarkan kataku tadi kesombongan itu awal dari kegagalan dan kegigihan awal dari kemenangan.”

“Baik Mas sekarang aku nyadar aku gak akan sombong lagi dech.”

“oh ya daf aku tadi diajak guruku makan lontong sate,kamu mau ikut gak.

“baiklah, ayo.

Kami berdua makan bersama bu guru,disela-sela kami makan aku bertanya pada daf

“gimana daf enak pa gak ini makanan khas jawa tengah lho”

“oh enak ,kok aku baru tau sich”

“Oh ya daff gimana kalau sekarang kita temenan biar kita gak lagi musuhan”ajakku pada daff.

“ya boleh saja ,”ujar si daff

Akhirnya kami pulang bareng dan mulai saat itu kami menjadi teman dekat